blog post.jpg
SHARE THIS POST

Download Aplikasi Ngedongeng di



Dahulu kala di pulau Jawa ada kerajaan Medang Kamulan. Tanah Jawa sangat subur dan produktif. Sebagian besar pulau Jawa subur. Dan air melimpah. Jawa sangat kaya dengan tumbuhan. Mereka memiliki hampir semua buah di dunia. Sepanjang tahun cuaca selalu cerah. Hasilnya, petani dapat menanam berbagai jenis buah-buahan, sayur-mayur, dan segala jenis tanaman sepanjang tahun. Tanah Jawa juga sangat kaya dengan emas dan berbagai jenis mineral. Banyak orang mencari nafkah dengan bekerja di tambang emas. Karena Jawa juga kaya dengan tambang, mereka juga membuat senjata seperti pedang, tombak, trisula, dll. Mereka menjual senjata-senjata itu ke China, India, dan banyak negara lain. Tapi kalau Anda mengira orang Jawa itu makmur, Anda salah.


Saat itu Jawa sedang dikuasai monster. Namanya Raja Dewata Cengkar. Dia adalah raja yang sangat kejam. Dia memerintahkan rakyatnya untuk membayar pajak atas semua yang mereka miliki. Para petani harus membayar pajak atas tanah mereka. Pedagang harus membayar pajak yang tinggi untuk keuntungan mereka. Pekerja harus membayar pajak atas gaji dan upah mereka. Bahkan orang miskin pun harus membayar pajak. Dan jika mereka tidak punya uang untuk membayar pajak maka mereka harus bekerja untuk raja tanpa bayaran. Uang itu bukan untuk kesejahteraan rakyat untuk urusan pribadi raja. Lebih buruk lagi, pejabat raja sangat korup. Ketika mereka mengambil seratus dari rakyat maka mereka hanya memberi delapan puluh untuk raja. Mereka mengambilnya sendiri. Akibatnya raja menjadi sangat kaya sedangkan rakyatnya sangat miskin.

Selain itu raja juga suka makan daging manusia! Kebiasaan ini dimulai sejak ia masih kecil. Suatu hari ibunya melakukan kesalahan saat dia sedang memasak. Dia tidak sengaja memotong ibu jarinya dan darah meludahi makanan. Pembantunya kemudian melanjutkan memasak tanpa mengetahui bahwa darah dan potongan kecil daging ibunya ada di dalam makanan. Saat Dewata Cengkar menyantap makanan itu dia sangat menyukainya. Kemudian dia menemukan alasannya. Sejak hari itu dia menuntut daging manusia sebagai bagian dari makanannya. Jadi pasukannya membunuh orang setiap hari untuk makanannya. Ketika dia dewasa dan menjadi raja, kebiasaan ini tumbuh. Dia memerintahkan setiap kepala distrik untuk mengorbankan orang-orang muda dan sehat untuk dimakan raja. Akibatnya orang Jawa semakin berkurang. Orang-orang gelisah tetapi mereka tidak berani memberontak karena raja sangat kejam dan pasukannya sangat kuat.

Hingga suatu ketika seseorang bernama Aji Saka datang ke Jawa. Dia memiliki dua penjaga. Nama mereka adalah Dora dan Sembada. Sebelum datang ke Jawa mereka mendarat di sebuah pulau kecil di utara Jawa yang bernama Pulau Majeti. Setelah beberapa hari di sana Aji Saka memutuskan untuk pergi ke Jawa. Aji Saka meninggal kan senjatanya, keris tradisional yang kuat bernama keris disana. Dia menyuruh Dora untuk tinggal di pulau Majeti untuk menjaga kerisnya. Dan dia menyuruh Dora untuk tidak memberikannya kepada orang lain. Setelah itu dia pergi ke Jawa bersama Sembada.

Kemudian dia menetap di Jawa sebagai pedagang. Orang Jawa bercerita tentang kesedihannya karena kekejaman dan ketidakadilan Dewata Cengkar. Aji Saka sangat prihatin dengan kesedihan orang Jawa. Dia memberi tahu kepala distrik tempat dia menetap untuk mengirimnya sebagai korban ketika raja ingin memakan orang. Maka Kepala Suku mengirimnya ke raja Dewata Cengkar.

blog post.jpg

Download Aplikasi Ngedongeng di



Saat gilirannya tiba untuk menjadi korban, Aji Saka meminta untuk mengucapkan kata-kata terakhirnya kepada raja. Raja memberinya kesempatan untuk berbicara. “O, Raja Agung Jawa. Bapak pembangunan Jawa. Orang yang membuat orang hidup sejahtera. Orang terkaya di dunia. Saya merasa terhormat untuk meminta Yang Mulia satu permintaan terakhir sebelum saya mati.“ demikian ia berkata. “Katakan apa yang Anda inginkan.” Sambut Raja. "Yang Mulia raja agung Jawa, saya hanya ingin sebidang tanah, ukuran yang sama dengan serban saya”. Katanya. “Saya mengabulkannya. Sebarkan sorban Anda.” Tutur raja.


Kemudian Aji Saka menanggalkan sorbannya dan menaruhnya di tanah. Aji Saka memegang satu sisi dan meminta raja untuk memegang sisi lainnya. Hebatnya lagi, Dewata Cengkar harus mundur. Dan setiap kali semakin membesar maka Dewata Cengkar akhirnya berdiri di tepi pantai. Aji Saka menendang dia ke laut dan dia mati. Orang Jawa sangat senang mendengar raja yang kejam itu meninggal. Mereka sangat berterima kasih kepada Aji Saka dan memilihnya sebagai raja baru Jawa.

Aji Saka teringat bahwa salah satu pengawalnya, Dora masih berada di Pulau Majeti. Karena dia seorang raja, tidak mungkin dia pergi ke sana. Jadi dia menyuruh Sembada pergi ke sana dan membawa kerisnya kembali. Jadi Sembada pergi ke pulau Majeti. Sesampai di sana dia memberi tahu Dora bahwa Aji Saka memintanya untuk mengambil keris. “Yang Mulia Raja Aji Saka memerintahkan saya untuk membawa keris ke Jawa”

blog post.jpg

“Mungkin Anda membuat kesalahan. Aji Saka adalah atasan kita tapi dia bukan raja. Dan dia menyuruhku untuk tidak memberikan kerisnya kepada orang lain yang berani. Sudah menjadi kewajiban saya untuk menjaganya di sini sampai dia kembali dan mengambilnya.” Maka, ia pun menjawabnya, “Sudah menjadi kewajiban saya untuk mengambil keris.“ Itu adalah tugas saya untuk menjaganya”


Dialog menemui jalan buntu sehingga ketegangan bertambah. Kemudian menjadi konflik bersenjata. Akhirnya keduanya tewas. Beberapa hari kemudian Aji Saka kaget mendengar kabar bahwa mereka berdua meninggal. Sejak saat itu ia menciptakan alfabet, abjad Jawa berdasarkan cerita mereka. Ini alfabetnya. Ini seperti puisi. Puisi itu terdiri dari empat baris. Setiap baris terdiri dari satu kalimat. Setiap kalimat terdiri dari kombinasi karakter. Semua karakter diucapkan seperti halnya sebait puisi.

blog post.jpg

Download Aplikasi Ngedongeng di





Ho (h), Tidak (n), co (c), ro (r) ko (k).

Do (d) hingga (t) so (s) wo (w) lo (l)

Po (p) do (d) jo (j) yo (y) nyo (ny)

Mo (m) go (g) bo ( b) to (t) ngo (ng)
Hono sendiri berarti ana dalam bahasa jawa, yang artinya ada. Lalu, coroko yang memiliki arti utusan. Selanjutnya, adalah Do to so wo lo yang berarti bawa surat/materi, lalu Po do jo yo nyo yang artinya ada;ah mereka sama-sama sakti. Lalu yang terakhir berbunyi Mogo botongo dengan arti dibunuh.

Itulah kedua puluh huruf Jawa yang diciptakan oleh Aji Saka. Penggunaannya dalam kegiatan sehari-hari sangat minim digunakan. Tapi, huruf Jawa ini diajarkan dalam kurikulum pembelajaran sekolah di berbagai jenjang pendidikan di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jogjakarta. Bahkan di Jogjakarta, huruf Jawa dapat kita jumpai di berbagai sudut kota. Hal ini karena huruf Jawa ditulis sebagai nama-nama jalan hingga tempat wisata yang ada di Kota Gudeg, Jogjakarta.

blog post.jpg