blog post.jpg
SHARE THIS POST

Download Aplikasi Ngedongeng di



Alkisah, ada seorang kakek yang cukup disegani karena kebaikannya. Ia hidup sebatang kara di sebuah rumah sederhana di pinggir perlintasan kereta api. Setiap harinya, ia berdiri di persimpangan jalan untuk membantu para pengendara menyeberang jalan. Utamanya menjaga perlintasan kereta tanpa palang. Kakek melakukan hal itu tanpa adanya perintah dari siapa pun. Maka. Tidak ada pula yang menggajinya kecuali keikhlasan orang-orang yang berkendara itu yang kadang memberikannya beberapa uang. Sungguh, ia ikhlas melakukan perbuatan itu demi menyelamatkan orang lain.


Pada suatu hari, saat ia duduk beristirahat di pinggir jalan, tiba-tiba ada seekor ular yang menuju ke arahnya. Rupanya ular itu menghindar dari seseorang yang hendak memburunya. Awalnya, kakek itu juga takut karena didekati oleh seekor ular. Namun, setelah ular itu mengatakan minta tolong, kakek pun tidak lagi takut dengannya.

“Kakek,” panggil ular itu dengan memelas, “Tolonglah saya, selamatkan saya dari orang yang membawa tongkat itu.” Kakek pun bertanya kepada ular. “Bagaimana bisa aku menolongmu. Sedangkan di sini tidak ada tempat untuk kamu sembunyi.” Ular menjawab, “Buka mulutmu lebar-lebar Kek, aku akan sembunyi di dalamnya.” Kakek tentu saja tidak mudah percaya dengan si ular. “Apa jaminannya jika kamu tidak akan mencelakaiku?” ular mencoba meyakinkan kakek. “Aku saat ini tidak punya apa-apa. Aku hanya punya sumpah saat ini. Aku bersumpah bahwa aku hanya bersembunyi di dalam mulutmu. Aku tidak akan melukaimu sedikit pun.”


blog post.jpg

Download Aplikasi Ngedongeng di



Orang yang memburu ular pun semakin mendekat, maka, tak ada pilihan lain bagi kakek selain menyelamatkan ular itu dengan cara mengizinkan si ular masuk ke dalam mulutnya. Tidak lama kemudian, seorang pria dengan tongkat di tangan mendatangi kakek. Ia bertanya kepada kakek, apakah ia melihat seekor ular yang menuju di sekitar kakek sedang berdiri. Maka, kakek pun menggelengkan kepala. Orang pemburu ular itu pun langsung pergi dan melanjutkan pencariannya.


Setelah orang pemburu ular itu menjauh, kakek pun mengatakan kepada ular bahwa si ular telah aman. Kemudian, menyuruh ular untuk keluar dari mulutnya. Namun yang terjadi di luar dugaan kakek. Ular itu mengkhianati kakek. Ia menyembuhkan sedikit kepalanya dan berbicara kepada kakek. “Hidup puluhan tahun ternyata tidak menjamin bahwa kamu mengenal lingkunganmu dengan baik. Sungguh kamu tidak bisa membedakan mana hal yang akan mendatangkan kebaikan ataupun keburukan, mana suatu yang berguna atau yang berbahaya kamu pun tidak tahu.”

Kakek pun sangat terkejut dengan perkataan si ular. “Kakek membiarkan aku masuk ke dalam mulutmu, padahal sudah jelas kalau aku adalah hewan pemangsa yang bisa membunuh kapan saja setiap kali ada kesempatan. Tentunya, kesempatan ini tidak akan aku sia-siakan. Aku akan menggigit organ dalam-mu.” Kata ular mengancam.


blog post.jpg

“Sungguh awalnya aku tidak percaya denganmu. Tapi, dalam situasi yang mendesak dan gawat, aku rela hati mengambil resiko besar dan membuang jauh keraguanku demi untuk menyelamatkanmu. Tapi, jika kamu membalasnya dengan membunuhku, maka aku tidak lagi bisa berbuat banyak. Kamu telah menguasai tubuhku dengan masuk ke dalam mulutku ini.” Kata Kakek pasrah dengan penuh penyesalan dan kekecewaan. Ular pun hanya menertawakan kebodohan kakek yang berbuat terlalu baik kepada musuhnya.


Lalu, kakek melanjutkan perkataannya. “Baiklah jika kamu memang benar ingin memangsaku. Aku sungguh telah berpasrah diri kepada Tuhanku. Namun, aku ada satu permintaan kepadamu wahai ular.” Pinta kakek. “Apa permintaan terakhirmu wahai Kakek yang sebentar lagi akan jadi mangsaku?” tanya ular semena-mena.

Sungguh kakek benar-benar heran dengan si ular. Namun apa daya, sang kakek tidak punya pilihan lain. Maka, kakek pun meminta kepada si ular untuk membiarkannya pergi menjauh dari tempatnya saat ini, sebelum akhirnya si ular menggigit organnya. “Sungguh biarkan aku berjalan menuju pohon itu. Akhiri aku di sana, agar tidak ada orang yang tahu bagaimana kesakitan yang nanti akan kualami saat tubuhku perlahan kau mangsa.” Kata sang kakek.

Ular menuruti permintaan Kakek. Dalam hati kakek, sungguh ia masih tetap berusaha untuk tidak menyerah begitu saja kepada ular. Ia berharap didalam hatinya, agar Tuhan membantunya. Misalnya ada seseorang yang bisa mengeluarkan ular pengkhianat ini dari dalam tubuhnya. Akhirnya, kakek pun telah sampai di bawah pohon rindang yang ia tuju. “Aku telah sampai. Aku sudah pasrah. Silahkan laksanakan rencanamu.” Kata Kakek kepada ular.

Tiba-tiba angin semilir datang dengan membawa suara tanpa jejak. Suara itu berbisik, dan mengalun merdu di kupingnya. “Wahai Kakek yang baik hatinya, tulus untuk menolong. Ketulusan dan niat baik hatimu malah menyebabkan musuhmu masuk ke dalam tubuhmu, sedangkan kamu tak punya cara untuk mengeluarkannya. “Lihatlah pohon ini! Ambil sehelai daunnya untuk kamu makan. Semoga Tuhan menyelamatkanku dari bahaya ini.”

Suara itu pun menghilang tiba-tiba. Kakek sangat berdebar jantungnya dengan peristiwa ini. Maka, ia segera memetik sehelai daun untuk dimakannya. Hingga, tak lama kemudian, ia merasa sangat mual dan ingin muntah. Bersamaan dengan itu, si ular keluar dari dalam mulutnya dalam wujud bangkai. Atas peristiwa ini, Kakek sangat bersyukur karena ia telah selamat dari bahaya musuhnya yang hampir saja merenggut nyawanya. Sebagai wujud syukur nya, sang Kakek pun sujud syukur di bawah pohon rindang. Kakek sangat yakin bahwa ini adalah pertolongan dari Tuhannya. Kakek semakin yakin dengan adanya Tuhan yang wujudnya tidak bisa ia jangkau dengan inderaya, akan tetapi kehadirannya selalu ada dalam setiap hembus napasnya.

Kakek pun menitihkan air mata atas kuasa Tuhan ini. Ia lihat bagaimana ular yang telah menjadi bangkai itu di bawah kakinya. Kakek menatap si ular dengan haru. Kemudian, kakek mencari kayu untuk menggali tanah tepat di bawah pohon yang rindang itu. Maka, kakek membuat lubang untuk mengubur si ular. Lalu kakek berkata pada ular yang telah ia kubur. “Aku tidak tahu apa maksud kedatanganmu kepadaku. Apakah engkau benar-benar ular yang seperti aku ketahui selama ini. Sungguh, saat engkau masuk ke dalam mulutku tadi, sedikit pun aku tidak merasakan kesakitan. Aku pun sebelumnya tidak bisa berbicara dengan hewan sebelum ini. Tapi entah mengapa aku merasa, mendengar jelas bagaimana engkau berbicara.”

blog post.jpg

Download Aplikasi Ngedongeng di



Sungguh, peristiwa yang dialami kakek hari ini memberikan pelajaran yang luar biasa bagi sang kakek. Bahwa tidak semua orang bahkan seekor binatang pun untuk bisa menerima suatu kebaikan. Tapi kakek yakin bahwa kebaikanlah yang akan selalu mengantarkannya pada keselamatan. Bahwa tidak tentu manusia menuai apa yang ia tanam. Kadang, suatu hal terpuji malah diuji. Seberapa tahan seseorang melakukan hal terpuji itu, hingga akhirnya Tuhan memberikannya kebaikan yang bertubi-tubi.

blog post.jpg