blog post.jpg
SHARE THIS POST

Download Aplikasi Ngedongeng di



Di dekat pancuran tempat cuci piring tertempel tulisan itu: Mumpung sendiri, hajar saja! Tulisan itu agak besar dan diketik rapi dengan komputer. Supaya tidak rusak kena air, tulisan itu dibungkus rapi dengan plastik sedemikian rupa seperti kartu pelajar yang dilaminasi.

blog post.jpg

Download Aplikasi Ngedongeng di






Dulu, setiap menuju ke tempat cuci piring, Ayah sering berteriak sendiri. Ya, meneriakkan kata itu: mumpung sendiri, hajar saja. Biasanya Ayah meneriakkan itu sambil membawa cangkir bekas minum kopi. Ayah memang suka begitu. Selesai minum kopi, Ayah selalu membawa cangkir bekas kopinya ke tempat cuci piring dan mencucinya sendiri.

“Ayah, biar saja taruh di situ. Biar nanti Ibu atau Bi Inah yang mencuci,” teriak Ibu.

Ayah diam saja dan tetap mencuci.

“Mumpung cangkir ini sendiri, tak ada temannya, biarlah Ayah yang mencuci. Nanti kalau si cangkir ini banyak temannya, Ayah tak berani lagi...”


blog post.jpg



Sekarang Ayah sudah tiada. Sudah beberapa tahun Ayah meninggalkan kami: Ibu, Kakak, dan aku. Kini kami hanya bertiga, tanpa Ayah. Tentu saja kami sedih ketika Ayah pergi. Tapi lama kelamaan kami jadi kuat. Kami harus kuat meskipun tanpa Ayah. Kadang- kadang saja kami merasa sedih kalau ingat Ayah. Ah, sudahlah. Mudah-mudahan Ayah bahagia di surga.

Tulisan itu adalah salah satu peninggalan Ayah yang paling berharga buat kami, buatku khususnya. Tulisan itu selalu mengingatkan kami untuk tidak menumpuk pekerjaan. Kerjakan sebelum pekerjaan itu menumpuk. Kalau habis makan, cuci sendiri piring bekas makannya. Mumpung masih satu. Jangan tunggu teman kotornya menjadi banyak. Kalau melihat cucian piring yang menumpuk, apalagi menumpuknya tidak rapi, kita malas untuk mencucinya.

blog post.jpg

Download Aplikasi Ngedongeng di



Tidak hanya mencuci piring, pekerjaan lain pun begitu. Kini kami tahu, itulah cara Ayah mengajari kami untuk tidak menunda pekerjaan

blog post.jpg