blog post.jpg
SHARE THIS POST

Download Aplikasi Ngedongeng di



Doric Voler telah dibesarkan, dari bayi hingga dewasa oleh seorang ibu yang penuh kasih sayang dan perhatian. Perhatiannya membuat Doric tak tahu realitas kehidupan yang sesungguhnya kejam. Ketika ibunya meninggal, Doric tinggal sendirian di dunia yang sebenarnya begitu kejam, tak seperti perkiraannya.

Bagi seorang anak dengan pola asuh seperti itu. Perjalanan dengan kereta api saja akan terasa penuh dengan. Ketika dia duduk di dalam gerbong pada suatu pagi di bulan September dia sadar akan perasaan yang kacau dan ketikseimbangan mentalnya.

Dia sekarang tinggal di rumah pendeta desa, dengan para narapidana yang brutal. Pengawasan tidak dilakukan dengan ketat. Sehingga memungkinkan untuk terjadi hal yang tak diinginkan.

Ternyata dia melakukan kesalahan dalam memesan kereta kuda yang akan membawanya ke stasiun. Sehingga saat mendekati keberangkatan, kereta kuda tersebut tak kunjung datang.

blog post.jpg

Download Aplikasi Ngedongeng di



Dalam keadaan darurat ini, Doric memanfaatkan kuda poni milik Tuan Putri. Namun, untuk mengambilnya, dia harus melewati banyak tikus pada sisi bangunan. Meski tak terlalu takut pada tikus, Doric menganggap mereka hewan dengan kehidupan yang menjijikkan dan kasar. Seperti manusia yang tidak bermoral, yang harusnya ditarik dari peradaban.

Saat kereta meluncur keluar dari stasiun, imajinasi Doric yang gugup menganggap dirinya mengeluarkan bau yang tak enak, dan mungkin pakaian telah kotor meski sudah disikat dengan baik.

Untung saja orang lain yang berada di gerbong itu, seorang wanita yang kira-kira seumuran dengan dirinya. Tampaknya sedang tidur setelah diamatinya dengan cermat. Kereta belum akan tiba di stasiun dalam waktu sekitar satu jam. Gerbong yang dinaikinya adalah jenis kuno yang tidak bisa terhubung dengan koridor. Oleh karena, itu tidak akan ada seorangpun seperjalanan yang mungkin mengganggu Doric.

Kereta kian melaju dengan cepat. Doric mulai menyadari ada gerakan merayap di atas tubuhnya. Ternyata seekor tikus yang mungkin dibawanya dari tempat peristirahatan kuda poni tadi. Tikus tersebut berada di dalam pakaian Doric. Berbagai cara dilakukannya, namun tikus itu tidak kunjung pergi dari dalam pakaiannya.

blog post.jpg

Ia kebingungan, bagaimana ia akan melanjutkan perjalanan dengan tikus di dalam bajunya. Di sisi lain, ia tak mungkin melepas baju di depan seorang wanita. Bahkan untuk tujuan yang sebenarnya baik. Ia akan merasa malu dan mungkin dikira akan berbuat macam-macam .


Dia merasa tak sanggup untuk melakukan itu. Meskipun si wanita terlihat tertidur. Dia takut, kalau sewaktu-waktu wanita itu bangun dan melihat tingkahnya. Tapi, di sisi lain, tikus itu membuat badannya geli, gatal, sakit karena digigit, sehingga merasa sangat tak nyaman.

Akhirnya, Doric terpancing untuk melakukan hal paling berani dalam hidupnya. Hal yang belum pernah berani dilakukan sebelumnya. Dengan cepat ia mengambil ujung permadani pada lantai gerbong dan mengikatnya pada tempat duduk. Ini digunakan sebagai ruang ganti mini baginya. Dengan tergesa-gesa, ia melepas pakaiannya. Ditemukannya tikus yang bersarang dalam pakaian tersebut.

Setelah lipatan-lipatan kain terurai, tikus itu melompat dengan liar ke lantai. Permadani yang diikat terlepas dari ikatannya. Di saat bersamaan, wanita itu terbangun dari tidurnya dan perlahan membuka mata. Dengan gerakan yang hampir lebih cepat daripada gerakan tikus, Doric menerkam permadani dan mengangkat lipatannya yang cukup setinggi dagu.

blog post.jpg

Download Aplikasi Ngedongeng di



Jantungnya terasa berpacu dan berdenyut lebih cepat. Aliran pembuluh darah pada leher dan dahinya seperti mengalir deras. Wanita itu hanya memandang dengan tatapan diam pada teman segerbongnya yang aneh.

Betapa banyak yang telah dia lihat, Doric bertanya pada dirinya sendiri. Dan dia terus berpikir terkait posisi tubuhnya saat ini.

“Kurasa aku kedinginan,” dia memberanikan diri membuka obrolan dengan putus asa.

“Sungguh, maafkan aku,” jawabnya. “Ku berpikir agar kamu mau membuka jendela ini.”

“Saya rasa ini malaria,” tambahnya, giginya sedikit gemetar, karena ketakutan sekaligus ingin meyakinkan wanita itu.

“Aku punya anggur di dalam koper. Kalau kamu mau silakan diambil,” kata wanita itu.

“Tidak, tidak perlu,” dia meyakinkan dengan sungguh-sungguh.

“Apa kamu mendapat penyakit ini di daerah tropis?"

Doric tak terlalu mengenal daerah tropi. Hanya sebatas mengerti tentang hadiah tahunan berupa sekotak teh dari seorang paman di Ceylon. Dia merasa bahwa alasan malaria tak akan menolongnya. Kemudian, dia mulai bertanya-tanya untuk mengungkapkan keadaan yang sesungguhnya.

“Apakah kamu takut pada tikus?”dengan wajah mulai merona, Doric bertanya.

“Tidak, kecuali mereka datang dalam jumlah banyak. Mengapa kamu bertanya demikian?

“Tikus itu baru saja merangkak di dalam pakaianku," kata Doric dengan suara yang hampir tidak terdengar seperti miliknya. “Itu membuatku sedikit canggung”

“Pasti, saat kamu tak berpakaian sama sekali,” katanya. “Tapi tikus punya gagasan lain tentang kenyamanan.”

“Aku telah menyingkirkannya saat kamu tidur tadi,” lanjutnya. Kemudian, sambil menunduk dia menambahkan, “Menyingkirkannya itulah yang membuatku melakukan ini.”

“Tentunya menyingkirkan satu tikus kecil tidak akan membuat seseorang sangat kedinginan,” serunya, dengan kesembronoan yang dilakukan Doric.

Rupanya dia telah mendeteksi sesuatu dari kesulitan yang dialami, dan menikmati kebingungannya. Semua darah di tubuhnya tampaknya telah bergerak dalam satu rona merah yang terkumpul. Serta rasa sakit hati yang membuatnya merasa rendah. Seperti lebih buruk dari banyak sekali tikus, merayap naik turun di atas jiwanya.

Dan kemudian, dia mulai sadar bahwa menit demi menit telah berlalu. Yang membawa laju kereta semakin dekat dengan stasiun yang pastinya ramai. Di mana akan terdapat puluhan mata yang melihat dan mengawasinya dari sudut yang lebih jauh di dalam gerbong.

Ada sebuah peluang kecil yang muncul disaat putus asa melanda. Teman wanita dalam gerbong itu mungkin akan kembali tertidur lelap. Tapi saat waktu kian berjalan, peluang itu surut. Pandangan sembunyi-sembunyi yang dicuri Doric padanya dari waktu ke waktu hanya mengungkapkan kesadaran yang tidak berkedip.

“Kurasa kita pasti sudah dekat sekarang,” dia mengamati.

Doric menganggap perkataan itu teror. Gara-gara tumpukan jerami di kandang kuda menjadikan perjalananya begitu buruk. Kata-kata itu bertindak sebagai sinyal. Seperti binatang buruan yang menghancurkan kerangkeng dan berlari dengan liar ke tempat perlindungan lain untuk sementara.

Akhirnya dia memberanikan diri, membuang permadani, dan dengan panik mengambil pakaian dan mengenakannya dengan acak-acakan.

Dia sadar stasiun sudah makin dekat. Dia merasakan sebuah sensasi yang seakan-akan mencekik di tenggorokan dan jantungnya. Serta keheningan sedingin es di sudut yang tidak berani dia lihat. Kemudian setelah mengambil semua pakaiannya, ia merosot ke bawah kursinya, untuk berpakaian. Kereta kian melambat hingga sampai benar-benar berhenti. Kemudian wanita itu berbicara.

“Maukah kamu berbaik hati,” tanyanya, “Tolong bawakan koperku menuju taksi. Mohon maaf merepotkanmu saat kamu merasa tidak enak badan. Tapi kebutaan membuat seseorang benar-benar tak berdaya di stasiun kereta.”

blog post.jpg