blog post.jpg
SHARE THIS POST

Download Aplikasi Ngedongeng di



Diceritakan bahwa di kota Ulthar, yang terletak di seberang sungai Skai, tak ada seorang pun yang boleh membunuh kucing. Ini benar-benar saya percayai. Konon, dalam diri kucing terdapat jiwa dari Aegyptus, sang pembawa cerita dari kota-kota yang terlupakan di Meroe dan Ophir.


Di Ulthar, tinggallah seorang suami dan istri tua yang senang menjebak dan membunuh kucing tetangga mereka. Mengapa mereka melakukan hal tersebut tak ada yang tahu. Banyak orang yang membenci suara kucing di malam hari. Seharusnya kucing lari tanpa bersuara ke dalam pekarangan dan kebun saat senja, sehingga tidak mengganggu orang. Tapi, apapun alasannya, pria dan wanita tua itu senang menjebak dan membunuh setiap kucing yang mendekati rumah mereka.

Bahkan, saat malam suaranya sangat keras, banyak penduduk desa menganggap cara mereka membunuh sangat berlebihan. Namun, tak pernah ada seorang penduduk pun yang mau berbicara terkait hal ini kepada mereka. Mereka takut karena ekspresi mereka begitu layu dan pucat. Rumah kecil mereka pun tersembunyi di bawah pohon Ek tua yang terbengkalai.

Sebenarnya, banyak pemilik kucing membenci suami istri aneh tersebut. Namun, sesungguhnya mereka lebih takut kepada pasangan itu. Jika kucingnya dibunuh, para pemilik hanya akan menganggap bahwa kucingnya tersesat dalam gubuk kecil itu.


Pemilik kucing selalu mengawasi kucingnya agar tak mendekat ke rumah pasangan tersebut. Namun, saat kucing lepas pengawasan, hanya akan terdengar suaranya di malam hari dan esoknya tak kan kembali ke rumah.


Suatu hari, sebuah karavan aneh datang dari Selatan memasuki jalan-jalan sempit berbatu di Ulthar. Mereka adalah pengembara. Di pasar mereka suka meramal dan membeli manik-manik dari para pedagang. Namun, apa yang sesungguhnya dilakukan oleh para pengembara ini tak seorang pun tahu. Tampak mereka melakukan doa-doa yang aneh.

blog post.jpg

Download Aplikasi Ngedongeng di



Mereka merupakan sosok-sosok aneh dengan tubuh manusia berkepala kucing, elang, domba, dan singa. Seorang pemimpin dari karavan mengenakan hiasan kepala dengan dua tanduk dan cakram di antara kedua tanduknya. Pada salah satu karavan, terdapat seorang anak laki-laki kecil tanpa ayah atau ibu, hanya seekor anak kucing hitam kecil yang dia punya. Orang tuanya terkena wabah yang membuat mereka meninggal dunia. Hanya kucing hitam kecil itu yang dapat mengurangi kesedihannya. Anak laki-laki itu dipanggil dengan sebutan Menes.


Di hari ketiga saat para pengembara menginap di Ulthar, Menes tidak bisa menemukan anak kucingnya. Dia menangis keras di pasar dan mencari kucingnya ke berbagai tempat. Kemudian penduduk memberitahunya terkait pasangan suami istri aneh yang suka membunuh kucing. Ketika mendengar hal tersebut, isak tangisnya berhenti. Kemudian ia merenung dan berdoa. Dia mengulurkan tangannya ke arah matahari dan berdoa dalam bahasa yang tidak bisa dimengerti penduduk desa.

Pandangan penduduk seketika tertuju pada langit. Di langit terbentuk awan-awan aneh setelah anak kecil itu mengucapkan doanya. Tampak sosok-sosok misterius yang samar-samar, makhluk yang memakai mahkota dengan cakram dan diapit oleh tanduk. Sungguh seperti sebuah ilusi.

Malam itu para pengembara meninggalkan Ulthar, dan setelahnya tidak pernah terlihat lagi. Kini, para penduduk merasa sedih ketika mereka tahu bahwa di desanya tak ada seekor kucing pun yang bisa ditemukan. Setiap kucing rumahan semua menghilang. Baik kucing besar dan kecil, hitam, abu-abu, belang, kuning dan putih, semua tiada lagi.

Tuan Kranon, Wali Kota Ulthar, menuduh bahwa orang-orang kulit hitam telah mengambil kucing-kucing itu dan pergi sebagai balas dendam atas pembunuhan anak kucing milik Menes. Tetapi Nith, seorang notaris, menyatakan bahwa pasangan suami istri itu lebih mungkin untuk dicurigai. Karena begitu terkenal dengan kebencian mereka terhadap kucing.

Namun, tetap saja tidak ada yang berani mengeluh atau bertanya kepada pasangan aneh itu. Atal, seorang anak kecil bersaksi bahwa di saat senja dia pernah melihat semua kucing Ulthar berjalan ke halaman rumah terkutuk di bawah pohon Ek itu. Kucing-kucing berjalan sangat lambat dan membentuk lingkaran di sekitar rumah. Mereka berjajar, seolah-olah melakukan sebuah ritual binatang yang belum pernah disaksikan.

blog post.jpg

Tak tahu berapa banyak penduduk desa yang percaya dengan cerita dari anak kecil itu. Namun, mereka tetap saja takut dengan pasangan yang tak segan-segan membunuh kucing dengan mengerikan tersebut. Sehingga mereka tetap tak ingin menegur pasangan tua itu, sampai akhirnya mereka mendatangi pasangan itu di halaman rumahnya yang gelap dan mengerikan. Namun, tetap saja pasangan itu menolak memberi penjelasan atau berkata sepatah kata pun.



Penduduk Ulthar kembali pulang ke rumah masing-masing dengan amarah yang sia-sia. Namun, ketika orang-orang terbangun saat fajar, terjadi sebuah keajaiban. Kucing-kucing itu telah kembali ke rumah masing-masing. Baik kucing besar maupun kecil, hitam, abu-abu, belang, kuning dan putih, tidak ada yang hilang. Kucing-kucing itu tampak sehat dan gemuk. Suara dengkurannya nyaring.



Setelah itu penduduk berbicara satu sama lain tentang tentang kejadian ini, mereka sangat heran. Tuan Kranon tetap bersikeras bahwa orang-orang hitamlah yang telah mengambil kucing-kucing itu. Karena kucing tidak bisa kembali hidup-hidup setelah masuk ke dalam rumah suami dan istri itu.


Tapi, ternyata kucing-kucing itu kembali dengan sifat yang berbeda dari sebelumnya. Semua kucing menolak menu makanan yang biasa diberikan kepada mereka. Mereka menolak daging dan susu yang biasanya mereka makan dan minum. Selama dua hari penuh, kucing Ulthar tampak malas dan tidak ada yang mau menyentuh makanan mereka. Mereka hanya tidur di dekat perapian atau di bawah sinar matahari.


Sudah seminggu penuh, sampai akhirnya penduduk desa menyadari bahwa tidak ada lampu yang menyala saat malam tiba di jendela rumah kecil milik suami istri itu. Kemudian, Nith menyatakan bahwa tidak ada yang pernah melihat lelaki tua atau istrinya sejak malam itu, ketika kucing-kucing kembali ke rumah.


Seminggu kemudian, Tuan Kranon memutuskan untuk menyelesaikan masalah ini dengan memanggil penghuni tempat tinggal yang sunyi itu. Dia begitu takut dan khawatir. Sehingga saat ke sana, dia mengajak Shang si pandai besi dan Thul si pemotong batu sebagai saksi.


Saat mereka mendobrak pintu, hal mengejutkan terjadi. Mereka hanya menemukan dua kerangka manusia di lantai tanah serta sejumlah kumbang yang merangkak di dekat kerangka itu.

blog post.jpg

Download Aplikasi Ngedongeng di



Seketika kabar itu menjadi perbincangan di antara penduduk kota Ulthar. Zath seorang petugas koroner/pemeriksa mayat berdebat panjang lebar dengan Nith. Sedangkan Tuan Kranon dan Shang serta Thul kewalahan dalam menjawab berbagai pertanyaan. Bahkan Atal kecil pun dihujani pertanyaan dan diberi makanan sebagai penghargaan.


Mereka berbicara tentang lelaki tua dan istrinya, tentang karavan pengembara aneh, Menes kecil dan anak kucing hitamnya, tentang doa Menes dan tentang langit selama doa itu dikumandangkan, tentang perbuatan kucing di malam hari saat karavan itu pergi, dan apa yang kemudian ditemukan di rumah kecil itu, di bawah pohon-pohon.


Dan pada akhirnya penduduk kota mengesahkan hukum luar biasa yang diceritakan oleh pedagang di Hatheg dan didiskusikan oleh para pelancong di Nir. Yaitu pantangan untuk tidak membunuh kucing bagi siapa saja yang masuk Ulthar.

blog post.jpg